Hampir semua orang yang tinggal di Indonesia mengetahui apa itu rendang, mengingat banyaknya jumlah warung makanan Padang yang tersebar di seluruh Nusantara. Tapi apakah ada di antara kita yang tahu tentang sejarah masakan rendang ini? Rendang merupakan sebuah makanan tradisional dari daerah Sumatera Barat, tepatnya Minangkabau, yang terbuat dari daging sapi diselimuti dengan racikan bumbu yang pedas.
##
Kini rendang sudah terkenal di seluruh Indonesia bahkan kelezatannya sudah sampai ke dunia International. Hal ini terbukti dengan dinobatkannya rendang “Sumatera Barat”sebagai makanan paling lezat di dunia oleh survei yang dilakukan oleh CNN. Bahkan, Burger King pernah membuat Rendang Burger pada tahun 1987.
Asal-Usul Masakan rendang
Dari mana asal-usul masakan rendang? Catatan mengenai rendang sebagai kuliner tradisional Minang mulai ditulis secara massif pada awal abad ke-19.
Rendang atau randang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat ditemukan di Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini populer di kalangan masyarakat Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah asalnya, Minangkabau, rendang disajikan dalam berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau secara umum, masing-masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Pada tahun 2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalamdaftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Rendang adalah masakan yang mengandung bumbu rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang menggunakan santan kelapa (karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya cabai (lado), serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah dan aneka bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai pemasak.
Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tidak mengherankan jika rendang dapat disimpan satu minggu hingga empat minggu.
Proses memasak rendang asli dapat menghabiskan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam), karena itulah memasak rendang memerlukan waktu dan kesabaran. Potongan daging dimasak bersama bumbu dan santan dalam panas api yang tepat, diaduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu terserap daging. Setelah mendidih, apinya dikecilkan dan terus diaduk hingga santan mengental dan menjadi kering.
Memasak rendang harus sabar dan telaten ditunggui, senantiasa dengan hati-hati dibolak-balik agar santan mengering dan bumbu terserap sempurna, tanpa menghanguskan atau menghancurkan daging. Proses memasak ini dikenal dalam seni kuliner modern dengan istilah ‘karamelisasi’. Karena menggunakan banyak jenis bumbu, rendang dikenal memiliki citarasa yang kompleks dan unik.
Dalam memasak daging berbumbu dalam kuah santan, jika ditinjau dari kandungan cairan santan, sebenarnya terdapat tiga tingkat tahapan, mulai dari yang terbasah berkuah hingga yang terkering: Gulai – Kalio – Rendang. Dari pengertian ini rendang sejati adalah rendang yang paling rendah kandungan cairannya. Akan tetapi secara umum dikenal ada dua macam jenis rendang: rendang kering dan basah.
Nah, karena rendang lebih kering, maka dia lebih awet dibandingkan dengan kari. Hingga kini, banyak yang gemar membawanya sebagai oleh-oleh atau bekal perjalanan jauh, misalnya naik haji atau ke luar negeri.
Makna Budaya Rendang :
Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat, yaitu musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yaitu:
Dagiang (daging sapi), merupakan lambang dari “Niniak Mamak” (para pemimpin Suku adat)
Karambia (kelapa), merupakan lambang “Cadiak Pandai” (kaum Intelektual)
Lado (cabai), merupakan lambang “Alim Ulama” yang pedas, tegas untuk mengajarkan syariat agama
Pemasak (bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam setiap perhelatan istimewa, seperti berbagai upacara adat Minangkabau, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi Melayu, baik di Riau, Jambi, Medan atau Semenanjung Malaya, rendang adalah hidangan istimewa yang dihidangkan dalam kenduri khitanan, ulang tahun, pernikahan, barzanji, atau perhelatan keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban.
Penelusuran tentang sejarah rendang akan membawa kita ke salah satu daerah di Sumatera bagian barat, yaitu Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang sudah menjadi salah satu bagian dari kehidupan kuliner mereka sejak jaman nenek moyang mereka. Untuk sejarah kapan pertama kali rendang diciptakan sendiri, sayangnya tidak banyak bukti tertulis yang dapat ditemukan. Salah satu dugaan yang muncul di kalangan para peneliti adalah bahwa panganan ini telah muncul sejak orang Minang mengadakan acara adat mereka untuk pertama kalinya. Awal mula sejarah masakan rendang khas Padang ini terdengar dimana-mana mungkin terjadi karena seni memasak ini terus berkembang dari Riau, Mandailing, Jambi, bahkan hingga ke Negeri Sembilan yang merupakan negara bagian federasi Malaysia karena perantau Minang yang tinggal di sana.
Catatan tentang rendang sebagai makanan tradisional dari daerah Minangkabau ditemukan pada awal abad ke-19, namun Gusti Anan, seorang sejarawan dari Universitas Andalas di Padang memiliki dugaan bahwa rendang sudah mulai muncul sejak abad ke-16. Hal ini ia simpulkan dari catatan literatur abad ke-19 dimana tertulis bahwa masyarakat Minang darat sering bepergian menuju Selat Malaka hingga Singapura. Perjalanan tersebut mereka lalui dengan jalur air dan bisa memakan waktu kurang lebih sekitar satu bulan. Mengingat tidak adanya perkampungan di sepanjang perjalanan itu, para perantau ini pasti sudah menyiapkan bekal makanan yang akan tahan hingga waktu yang lama, dan makanan itu adalah rendang. Gusti juga menduga bahwa pembukaan kampung baru di pantai timur Sumatera hingga Singapura, Malaka, dan Malaysia oleh masyarakat Minang pada abad ke-16 juga sudah mengikutsertakan rendang sebagai makanan mereka karena perjalanan tersebut butuh waktu berbulan-bulan.
Selain dari catatan sejarah, sejarah masakan rendang khas Padang juga dapat ditemukan dalam catatan harian Kolonel Stuers yang pada tahun 1827 menulis tentang kuliner dan sastra. Di dalam catatan tersebut sering kali muncul secara implisit deskripsi kuliner yang diduga mengarah pada rendang dan tertulis istilah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan. Hal ini, menurut Gusti, adalah salah satu metode pengawetan yang biasa dilakukan oleh masyarakat minang. Rendang sendiri berasal dari kata “merandang,” yaitu untuk memasak santan hingga kering secara perlahan hal ini cocok dengan rendang yang memang butuh waktu lama untuk dimasak hingga kuahnya kering.
Sejarah rendang juga tidak lepas dengan kedatangan orang-orang dari Arab dan India di kawasan pantai barat Sumatera. Dipercaya bahwa pada abad ke-14, sudah banyak orang-orang India yang tinggal di daerah Minang, dan bumbu serta rempah-rempah sudah diperkenalkan oleh orang-orang tersebut. Ada juga dugaan yang mengatakan bahwa masakan kari yang sudah menjadi makanan khas India dan diperkenalkan pada abad ke-15 di daerah Minang merupakan dasar dari rendang itu sendiri. Hal ini sangat mungkin mengingat adanya kontrak perdagangan dengan India pada masa itu. Ahli waris tahta kerajaan Paguruyung juga membuka adanya kemungkinan bahwa rendang merupakan kari yang diproses lebih lanjut. Yang membuatnya berbeda adalah rendang memiliki sifat yang lebih kering, sehingga bisa jauh lebih awet jika dibandingkan dengan kari.
Masakan rendang khas Padang tetap tidak mati hingga sekarang, bahkan menjadi semakin terkenal dengan menjamurnya warung makan Padang di setiap sudut kota di Nusantara. Meski dikenal dengan bentuknya yang terbuat dari daging, ternyata banyak juga variasi rendang lainnya seperti rendang ayam, bebek, hati, telur, paru, dan ikan tongkol. Selain itu ada juga rendang suir yang berasal dari Payakumbuh. Yang membedakan rendang suir dengan rendang biasa adalah daging ayam atau sapi yang digunakan, serat dagingnya akan disuir kecil-kecil.
Filosofi Di Balik Rendang
Makanan rendang khas Padang sebagai masakan tradisional memiliki posisi yang terhormat dalam hidup bermasyarakat di Minangkabau. Hal ini dikarenakan bahan-bahan pembuat rendang memiliki makna sendiri-sendiri. Bahan pertama yaitu dagiang atau daging sapi yang juga merupakan bahan utama melambangkan niniak mamak dan bundo kanduang, dimana mereka akan memberi kemakmuran pada anak pisang dan anak kemenakan. Bahan kedua adalah karambia atau kelapa, yang melambangkan kaum intelektual atau yang dalam bahasa Minang disebut Cadiak Pandai, dimana mereka merekatkan kebersamaan kelompok maupun individu. Yang ketiga adalah Lado atau sambal sebagai lambang alim ulama yang tegas dan pedas dalam mengajarkan agama. Bahan terakhir adalah pemasak atau bumbu, yang melambangkan setiap individu dimana masing-masing individu memiliki peran sendiri-sendiri untuk memajukan hidup berkelompok dan adalah unsur terpenting dalam hidup bermasyarakat masyarakat Minang.